Resesi ekonomi Indonesia: Pemerintah disarankan fokus 'menangani pandemi' demi perbaikan ekonomi


 phkSejumlah buruh berjalan keluar dari pabrik Beesco Indonesia di Karawang, Jawa Barat, (03/06). Kementerian Ketenagakerjaan meminta para pengusaha merekrut kembali pekerja atau buruh yang terkena PHK dan dirumahkan akibat pandemi COVID-19 dengan harapan dapat mengurangi angka pengangguran dan memperluas kesempatan kerja baru

Indonesia resmi mengalami resesi akibat pandemi Covid-19 setelah perekonomian kuartal ketiga tercatat minus dibandingkan periode yang sama tahun 2019. Ini adalah resesi pertama setelah krisis moneter tahun 1998.

Secara teori, resesi akan terjadi jika suatu negara mencatatkan pertumbuhan minus dalam dua triwulan berturut-turut.

Sebelumnya, pada kuartal kedua tahun ini, perekonomian Indonesia tercatat mengalami kontraksi sebesar 5,32%.

Penurunan kuartal ketiga diumumkan Kepala BPS, Suhariyanto, dalam konferensi pers yang digelar virtual pada Kamis (05/11).

"Secara tahunan (y-o-y), meski pertumbuhan ekonomi kita masih mengalami kontraksi sebesar 3,49% tapi kontraksinya tidak sedalam kuartal dua, yang sebesar 5,32%.

"Artinya terjadi perbaikan. Kita berharap triwulan keempat situasinya menjadi lebih baik apalagi dengan adanya pelonggaran PSBB," kata Suhariyanto.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi di kuartal ketiga, akan minus 2,9% hingga 1%.

Suhariyanto menambahkan, dibandingkan kuartal sebelumnya (q-to-q), terjadi pertumbuhan sebesar 5,05%, tren yang disebut Suhariyanto menunjukkan "arah yang sangat positif".

Pertumbuhan yang ada salah satunya dikerek pertumbuhan pengeluaran konsumsi pemerintah yang meningkat sebanyak 9,76% dibanding tahun 2019. 

Ekonom Lembaga Penelitian Ekonomi Manajemen (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Teuku Riefky, mengatakan pengumuman yang secara resmi menempatkan Indonesia dalam posisi resesi itu tidak mengejutkan.

"Menurut saya ini bukan sesuatu yang surprising karena kondisi ekonomi yang extraordinary (di luar biasanya) dan memang banyak negara yang sudah masuk kategori resesi.

"Kita nggak perlu terlalu khawatir tentang status ini dan harus fokus terhadap penanganan pandemi dan bagaimana proses pemulihan ekonomi ke depan karena resesi ini sulit dihindari," ujar Teuku Riefky.

Ia memprediksi perekonomian yang minus juga masih akan terjadi di kuartal empat juga kuartal pertama tahun 2021 karena pandemi yang belum selesai. 

 Sri MulyaniSri Mulyani mengatakan perkiraan perekonomian Indonesia, sangat tergantung perkembangan pandemi Covid-19.

Ia mengatakan sejauh ini pemerintah "tidak terlalu perform" dalam penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia.

Akibatnya, angka pandemi Covid-19 masih tinggi, hal yang mengakibatkan lesunya ekonomi karena pengusaha belum berani melakukan ekspansi bisnis, sementara masyarakat masih memilih menyimpan uang alih-alih berbelanja.

Di sisi lain, menurut data BPS, negara lain seperti China dan Vietnam sudah mengalami pemulihan ekonomi, yang tercermin dari pertumbuhan positif di kuartal ketiga.

China mencatatkan pertumbuhan sebesar 4,9% dan Vietnam di kisaran 2,6%, hal yang menurut Teuku Riefky dikarenakan penanganan pandemi virus corona yang efektif akibat lockdown ketat.

Namun, Teuku Riefky mengatakan 'total lockdown' memang sulit dilakukan di Indonesia karena pengeluaran pemerintah akan sangat besar.

"Jadi bagaimana jalan keluarnya? Baik pemerintah maupun masyarakat harus menentukan titik tengahnya. Kalau memang pemerintah tidak bisa melakukan total lockdown, maka masyarakat harus bisa melakukan aktivitas ekonomi yang terbatas, tapi tetap bisa menjaga protokol kesehatan.

"Memang growth (pertumbuhannya) tidak akan bisa setinggi China dan Vietnam setelah fase lockdown, tapi this is the best we could afford (yang terbaik yang bisa kita lakukan)," ujarnya.

Sebelumnya, Sri Mulyani juga mengatakan kondisi ekonomi "sangat tergantung bagaimana perkembangan kasus Covid-19 dan bagaimana pandemi ini akan mempengaruhi aktivitas ekonomi".

Pada 25 Agustus lalu, Sri Mulyani mengatakan proyeksi pertumbuhan ekonomi pada triwulan ketiga berada di kisaran 0 persen hingga -2%. Adapun untuk keseluruhan tahun 2020, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan berada di kisaran -1,1 persen hingga 0,2 persen.

Saat itu, Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan negatif pada kuartal III mungkin saja terjadi karena tingkat konsumsi masyarakat masih lemah, meski mendapat bantuan sosial (bansos) dari pemerintah.

Sri Mulyani juga mengatakan, kunci utama untuk mengerek kinerja perekonomian pada kuartal III adalah investasi dan konsumsi domestik.

"Kalau tetap negatif meski pemerintah sudah all out maka akan sulit untuk masuk ke zona netral tahun ini," ujar Sri Mulyani sebagaimana dilaporkan wartawan Resty Woro Yuniar September lalu.

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penerimaan Peserta Didik Baru PUSILKOM Tahun Akademik 2020-2021

Lembaga Pendidikan Komputer 1 Tahun PUSAT ILMU KOMPUTER (PUSILKOM) sudah membuka pendaftaran peserta didik baru untuk Tahun Akademik 2021-20...